Beda memang rasanya jika berenang di pagi hari. Air laut lebih segar, kitapun tak takut menghitam, walau dasarnya memang sudah hitam. Ber-snorkeling tanpa pelampung tidaklah sulit. Ketika melihat kedalaman laut, aku semakin ingin melihat lebih dan lebih dalam lagi. Sedikit memacu adrenalin, apalagi menyadari kalau terlihat betapa jauh dan dalamnya dibawah sana. Ikan-ikan berwarna warni berseliweran dibawah. Jika aku mendekati daerah berbatu karang, ikan-ikan cantik tampak lebih banyak. Berenang didekatku, seakan-akan aku adalah ikan yang sama seperti mereka. Jika melihat ikan yang besar, ingin rasanya berteriak memanggil suamiku diujung sana yang hobinya mancing, ia pasti geram melihatnya. Tapi, aku berenang menghindar ketika melihat seekor ikan yang sangat panjang mirip ikan gergaji, ntah benar atau tidak itu adalah ikan yang sama, yang pasti aku agak kaget. Berenang menghindar dan menjauh, jauh sejauh-jauhnya hehehhehe.



Tak terasa letih sedikitpun ketika berkali-kali dan berjam-jam snorkeling, seperti mariyuana, rasa ingin selalu mengulang untuk merasakannya kembali. *benarkah mariyuana seperti itu?
Keletihan tak terasa sama sekali, kaki dan tangan ini seperti terbuat dari karet. Hingga sampailah ketika suamiku bilang, wajahku sudah mulai belang, dan matahari memang sudah berada diatas kepala, aku baru keluar dari laut. Wajarnya seorang wanita, takut semakin belang dan gosong, aku menyudahi kesenanganku melihat kedalaman laut.

Membawa anak-anakku membasuh diri di sumur yang sempat disinggahi biawak sebesar setengah badanku itu. Mandi diantara rimbunan pohon yang berjejer dibukit itu menyenangkan. Anak-anak yang tubuhnya terbalur air asin dan dihinggapi pasir kepalanya, bernyanyi-nyanyi selagi dibasuh. Menggosokkan sabun, menghilangkan kelengketan air laut, hingga wangi sabun dan shampo tertinggal ditubuh mereka. Mereka terlihat sangat segar setelah bermandikan air sumur.

Selesai mereka bersiap, ayahnya memesankan indomie di sebuah pondok untuk mereka makan. Giliranku, lalu suamiku yang membasuh diri dan bersiap-siap merapikan perlengkapan karena akan pulang hari itu juga. Selesai kubersiap, kulihat Hamdi telah bersantai di ayunan, sedangkan Ahza tertidur di ayunan bersandarkan tante devi. Tidurnya nyenyak sekali. Dan

Kami harus segera besiap-siap, sebab kapal akan berangkat pukul 4 sore, sedang tiket belum berada di tangan. Seluruh teman-teman yang ikut kemping mempersiapkan perlengkapan kemping, juga membongkar tenda yang kami tempati.








Persiapan telah selesai, kapal boatpun telah datang menjemput. Seluruh barang dinaikkan diatas kapal. Sekali lagi kupandangi pulau Rubiah yang akan kami tinggalkan, walau hanya semalam tapi puas begitu tepatri dihati ini, begitu juga keluargaku.

Beda dengan kedatangan kami di malam bulan purnama, kepulanganku disertai teriknya matahari yang sedikitpun tak ingin ku tergoda bersamanya. Begitu panas dan menyengat. Tapi diantara panas yang menuai keringat itu, sempatlah kami berfoto riang sambil memicingkan mata :)





Hamdi dan om Andi



Kapal boat sampai di Iboh yang memang tak jauh itu, masing-masing menurunkan barang sesanggupnya, kalau sanggupnya hanya mengangkat 1/2 kilo maka setengah kilolah yg diangkat, kalau ada yang sanggup mengangkat semua barang termasuk barang-barang kami, maka semoga Allah membalas kebaikannya kelak hehehhe...

Dua orang bujang yaitu Andi dan Kiki ditugaskan atau menugaskan diri membeli tiket kapal dengan mengendarai motor. Sebab mobil pickup yang harusnya menjemput kami menuju pulau Rubiah belum juga sampai. Maka, dari pada khawatir mendera kami, Andi dan Kiki maju sebagai pahlawan mengendarai motor yang dibawa oleh salah satu peserta kemping.

Kira-kira setengah jam berlalu, mobil pickup itu tiba ditempat kami menunggu. Kali ini giliran Hamdi yang tertidur, namun ketika hendak berangkat ia bangun dan minta duduk di bak terbuka. Diperjalanan yang memakan waktu 45 menit, aku tertidur-tidur ayam.

Sesampainya dipelabuhan, kami makan sejenak di warung makan dekat pelabuhan. Tapi setelah makan, ketika hendak membayar, betapa terkejutnya aku dengan harga yg dikatakan. Padahal lauk yang diambil rata-rata adalah telur. Yang saat itu makan sepertinya cuma 6 orang, tapi total harganya 140 ribu. Kalaupun harga nasi pakai telur semahal mahalnya 10 ribu, harusnya harganya berkisar 60 ribu. Luar biasa memang bapak warung itu. Jadi, untuk kedepannya aku harus berhati-hati ketika harus makan secara rombongan disana.

Kapal berangkat meninggalkan lovely Sabang island tercinta, menuju Banda Aceh. Selama dikapal, Hamdi dan Ahza asik dengan permainan mereka sendiri. Memesan milo dari kantin kapal, berlari-lari, saling bercerita, tertawa tanpa lelah. Sempat juga mereka diajak ayahnya ke deck kapal bagian belakang, untuk melihat laut yabg ditinggalkan, juga gulungan ombak yang dikejutkan oleh deru kapal.

Oya, dikapal itu kami bertemu dengan rombongan keluarga yang juga bersamaan dengan kami snorkeling di Rubiah. Bedanya, mereka menginap di Iboh. Lalu bedanya lagi, tak ada satupun dari nereka yang bisa snorkeling walaupun menggunakan pelampung. Padahal pelampung sudah mereka sewa, dan judulnya mereka itu ya memang mau snorkeling, tapi si oom yang mengajak rombongan itupun tak ada nyali untuk mencoba snorkeling. Sehingga, terbantulah mereka oleh beberapa orang bujang dari kami yang mau mengajari dan membantu memegangi mereka untuk snorkeling ke tengah. Tapi ada seorang wanita, yang kira-kira umurnya diatas aku sedikit. Begitu semangat ingin mencoba, tapi selalu ketakutan, apalagi setelah sadar berada ditengah, langsung minta kembali lagi ke pinggir.

Kapal cepatpun sampai di pelabuhan Uleuleu, Banda Aceh. Letih, dan kaki yang mulai mendenyut sudah mulai terasa. Tenyata, rasa pegal dan capek baru terasa setelah lama kami beristirahat ketika sambil menunggu mobil pickup kedua yang akan memboyong kami kerumah masing-masing. Subhanallah, sakit seluruh tubuhku layaknya seperti berenang selama seminggu tanpa henti. Walau ini terlalu hiperbola, kira-kira seperti itulah lelah, letih, pegal, capek, dan, cenat cenut diseluruh kaki yang kurasakan.

Ahza sepertinya masih gamang, dan tidak sadar berada dimana. Berhubung mobil pickup yang kami naiki di Sabang dengan mobil Pickup yang kami naiki di Banda Aceh sangat mirip, maka iapun bertanya:

"Ma, oom yang nyetir tadi mana? Kok ini ayah yang nyetir". Tanyanya.

Setelah menyinggahi kediaman Andi cs, aku dan keluarga diantar sampai kerumah oleh bujang Andi dan Bujang Topan. Tak lagi berpikir panjang, langsung kurebahkan badanku didepan televisi. Alhamdulillah, nikmatnya meregangkan tubuh. Tak kusangka dan tak kuduga, ternyata lelah itu akan terasa jauh setelah aku keluar dari laut dan berhenti melakukan aktifitas snorkeling. Suamiku yang baik hati itu, membuatkanku air madu hangat untuk kuminum. Semalaman aku beristirahat ditempat tidur, tertidur, dan mungkin sambil mendengkur kelelahan.

Esok paginya, pegal tubuh yang kurasa sudah berkurang. Hanya tinggal sisa-sisa sedikit yang menempal di beberapa sendi. Tapi ternyata, setelah kulewati hari itu dengan sabar dan bergembira ria ala diriku sendiri, tubuhku justru jadi lebih segar. Mungkin ini karena proses olah raga renang yang kulakukan, maka khasiatnya akan terasa setelah melewati 3 fase. Yaitu, fase renang tanpa henti dan tanpa lelah, lalu fase istirahat dengan merasakan ngilu disekujur tubuh, terakhir adalah fase segar bugar. *Maap teori ini tak dikutip oleh pakar, harap maklum

Semalam di pulau Rubiah, sungguh benar-benar terpuaskan.
Published with Blogger-droid v1.6.9

3 Komentar

  1. Wuaaaah...
    Asik sekali. Hamdi dan Ahza beruntung ya. Punya Orang tua yang peduli pada kebutuhan refreshing mereka.

    Riza pernah ke pulau rubiah. Tapi nggak sempat bermalam. Baca postingan ini, jadi pengen bermalam di sana >_<

    BalasHapus
  2. seru sekali kak >,<, saya jadi ingin juga. Padahal kemarin sudah ke Sabang, tapi tak sampai ke Pulau Rubiah

    BalasHapus